Hari yang telah ku lupa tepat
tanggal berapa memberikan sebuah kenangan yang sesungguhnya sulit untuk dilupa.
Aku sangat bersyukur telah mengalami hari itu, hal baru yang bermanfaat untuk
hidupku. Aku menghadiri sebuah acara sosial yang diselenggarakan oleh sebuah
komunitas yang bernama, ‘Narasastra’. Mendadak aku diajak, oleh para senior yaitu
kak Citra, kak Ega dan kak Yudiish. Oke, beginilah kisahnya.
Siang hari yang panas aku bersama
pacar pergi ke Depok. Kindly and sweetly,
dia mengantarkan aku dan menungguku berangkat kala itu. Waktu menunjukan
sekitar sebelum Dzuhur, kak Citra menaiki motornya menjemputku di jalan
Margonda (padahal aku sudah menunggunya di stasiun UI:P) (tanda kurung ini buat
bercanda aja ya Kak hehehe). Dengan mengandalkan pengetahuanku membaca peta online, kami berangkat menuju lokasi.
Yaitu, Panti Sosial Sasana Tresna Werdha Ciracas, Jakarta Timur. Macet, cukup
macet, panas, cukup panas pula. Sampailah kami di sebuah lokasi yang meragukan
kak Citra yang pernah melakukan survey ke tempat itu, Sasana Tresna Werdha.
Kami melihat peta online ku lagi.
“Kayaknya salah deh.”. Research.
Itulah yang selanjutnya kami lakukan. Ternyata, benar. Kami salah, bukan hanya
kayaknya. Kemudian kak Citra memintaku untuk ngadu ke kak Yudish, bahwa kami nyasar. Akhirnya berputar balik,
dan mengandalkan pengetahuan membaca peta onlineku
sekali lagi.
Alhamdulillah, tempat yang
familiar untuk kak Citra terpampang juga di depan kami. Kami pun parkir
disambut keramahan satpam-satpam di sana. Tapi, suasa masih sepi. Di sana, ada
kak Fina dan kak Olga. Kami bersalaman, dan aku berkenalan. Setelah itu,
sekumpulan orang yang tak aku kenal juga datang. Lalu berkenalan lagi. Semakin
lama, semakin banyak orang yang datang, semakin banyak pula aku berkenalan. Tak
lama, kami melakukan makan yang disusul briefing. Kak Tebo dari Narasastra
dengan ramah membagikan makanan, lalu memintaku membagikan air mineral. Ketika
briefing, kami berkenalan lagi. Sayangnya kak Indras dan kak Yudish yang tadi
kami adukan bahwa kami nyasar, belum sampai juga. Tak apa, meski belum
melakukan kegiatan yang sesungguhnya, aku sudah merasa beruntung berada di
sini. Sampailah kami pada waktu kami akan masuk ke dalam sebuah ‘Panti Jompo’.
Excited. Begitulah perasaanku tertulis dalam bahasa Inggris. Ketika
masuk ke dalam wilayah itu, kamar-kamar opa dan oma tidak langsung terlihat.
Tapi terdengar suara, “untuk kakek dan nenek, dimohon menuju ke aula. Karena
akan ada acara.” Kurang lebih seperti itu. Aku sudah tak sabar melihatnya.
Namun, juga tak butuh waktu lama untuk menunggu. Di sepanjang sebelah kananku,
terdapat gedung yang terpisah-pisah, di dalamnya terdapat begitu banyak kamar.
Para lansia duduk di teras kamar-kamarnya, menyambut kami dengan senyum dan
ramahnya.
Sampailah kami di sebuah ruangan
serba guna. Begitu banyak oma dan opa yang berdatangan, hampir semua
tertatih-tatih jalannya. Aku canggung, baru pertama kali aku melihat banyak
sekali lansia bersamaan seperti ini, tapi tak mungkin lepas tangan. Aku mencoba
membantu, tapi sangat kaku. Bingung harus bicara apa, harus bersikap seperti
apa. Ya seadanya saja, “halo Oma.” Sampai di dalam, oma dan opa yang telah
renta menggeser-geser kursi. Mereka kuat sekali. Aku tak langsung membantu,
bingung. Namun akhirnya hasrat membantu datang juga. Namun apa daya, malah
dimarahi oma. Sebenarnya bukan aku sih yang dimarahi, namun melihat ada yang
dimarahi aku jadi berhati-hati. Hehe lucu ya. Seorang opa berkursi roda
tiba-tiba keluar dan tidak mau masuk lagi. Alasannya, ‘baper problem’. Para volunteer mencoba membujuk sang opa,
dibantu kak Citra. Akhirnya, opa itu mau masuk, namun di sisi bagian oma-oma.
Oh ya, sebelum semua opa dan oma berkumpul, aku duduk di tengah-tengah mereka.
Aku mencoba berkenalan dan menyapa. Seorang opa berada di bagian oma-oma, aku bertanya
mengapa beliau tidak maju saja, agar duduk di depan. Namun seorang oma di
sebelah kananku seketika memarahinya, “cowok bagian sana!”. Aku terkejut, lalu
perlahan permisi dari sana.
Masalah duduk dan kursi selesai.
Acara dimulai. Kak Akbar dan Kak Desi selaku MC, membawa acara dengan fun. Tak ku sangka, opa dan oma fun juga. Kak Indras dan kak Yudish
akhirnya datang. Ternyata mereka juga nyasar ke tempat yang sama. Hahahaha.
Acaranya menarik. Namun lucunya, beberapa opa dan oma selain terbawa fun, juga ada yang, “cepetan dong”,
“lama nih”, “ngantuk”, komentarnya. Gemas. Beberapa volunteer membacakan puisi dan pantun di depan oma dan opa, lalu
ada pembacaan surat dari orang-orang jauh untuk sepuluh oma dan opa yang telah
terpilih, kemudian ada pula penampilan dari oma dan opa. Ada yang menyanyi, ada
yang membacakan pantun. Lucu sekali. Di penghujung acara, akhirnya Sasina
tampil, yaitu kelompok musikalisasi puisi Sastra Indonesia UI. Alhamdulillah,
rangkaian acara selesai. Setelah acara, kami membagikan kenang-kenangan untuk
sepuluh oma dan opa yang dikirimi surat. Mereka sangat senang, berucap terima
kasih banyak. Ternyata masih ada yang peduli mereka, katanya. :”)
Seorang oma tidak bisa hadir,
akhirnya kami mencari kamarnya dan memberikan kenang-kenangan di sana.
Menjelang Maghrib waktu itu, aku ikut masuk ke dalam gedung berisi banyak
kamar itu, betapa beruntungnya aku bisa melihat isi keadaan panti jompo seperti
apa. Mereka hidup bersama, di tempat yang sederhana. Begitu banyak karakter
yang berbeda dari oma dan opa, alias tak banyak pula yang suka menyendiri dan
tidak murah senyum. Namun jauh lebih banyak yang terlihat senyum dan suka menyapa. Aku menduga, pasti telah terjadi banyak drama di sini. Tanpa alasan, ingatan kecil ini mengingatkanku pada sebuah acara TV favoritku saat ini, "Asia's Next Top Model". Semoga mereka bahagia di sana.
Waktu kami pulang, kami berjalan
di depan kamar-kamar mereka. Sama ketika kami datang dan disambut. Ketika pulang,
mereka tetap ramah, tersenyum, dan berpesan, “kapan-kapan ke sini lagi yaaa :)”. Banyak hal lucu yang telah terjadi hari itu, bahkan ketika pulang pun kami masih saja bertemu dengan seorang opa yang tiba-tiba menyuruh kami mengambilkan obat. Ah, betapa menyenangkan bisa mengalami hari di tempat ini. Sungguh, aku merasa beruntung! Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih, Narasastra.
0 komentar:
Posting Komentar